Review Novel : Tentang Kamu
Bogor, 4 Jumadil Akhir 1440 H / 8 Februari 2019
Terbitan Pertama : 2016
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika, Jakarta
Halaman : vi + 524 Halaman
Dimensi : 13,5 x 20,5 cm
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Novel Tentang Kamu |
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika, Jakarta
Halaman : vi + 524 Halaman
Dimensi : 13,5 x 20,5 cm
Sinopsis
Zaman Zulkarnaen adalah seorang pengacara yang berasal dari Indonesia yang bekerja di Thompson & Co, sebuah firma hukum yang berpusat di Belgrave Square, London, Inggris. Zaman Zulkarnaen mendapatkan tugas untuk menangani penyelesaian harta warisan berupa 1% saham perusahaan multinasional sebesar 1 miliar Poundsterling dari seorang klien besar yang juga berasal dari negara yang sama dengan Zaman yaitu Indonesia. Klien tersebut bernama Sri Ningsih. Namun, sayang tidak ada satupun yang mengetahui mengenai ahli waris dan Sri Ningsih tidak memberikan surat wasiat kepada Thompson & Co. Akhirnya Zaman pun terbang ke Paris untuk mengunjungi panti jompo yang terakhir ditinggali oleh Sri Ningsih. Di Paris, ia bertemu dengan seorang petugas panti yang bernama Aimee. Aimee pun memberikan diary Sri Ningsih sebagai petunjuk untuk menyelesaikan masalah harta warisan. Dengan berbekal diary tersebut, dimulailah investigasi oleh Zaman Zulkarnaen.
Diary tersebut berisi tentang seluruh kehidupan Sri Ningsih. Diary tersebut terbagi ke dalam 5 juz. Juz pertama yaitu 'tentang kesabaran' berisi tentang kehidupan masa kecil Sri Ningsih di Pulau Bungin. Mengetahui hal tersebut, Zaman pun pergi ke Pulau Bungin untuk melakukan investigasi masa kecil, ia bertemu dengan Ode atau biasa dipanggil Pak Tua yang merupakan teman masa kecil Sri Ningsih. Sri Ningsih adalah bukan keturunan asli Suku Bajo yang merupakan suku asli Suku Bajo, namun merupakan keturunan Jawa. Selama masih kecil, ia sudah menjadi piatu sesaat setelah Sri Ningsih lahir karena Ibunya, Rahayu meninggal dunia saat melahirkan Sri Ningsih. Kemudian ayahnya, Nugroho, menikah lagi dengan wanita asli Suku Bajo yang bernama Nusi Maratta. Dari pernikahan tersebut, lahir seorang anak yang bernama Tilamuta. Awalnya Nusi Maratta sayang sekali dengan Sri Ningsih, namun berubah menjadi membenci Sri Ningsih setelah Nugroho meninggal dunia. Nusi Maratta menjadi terus menerus menyuruh Sri Ningsih untuk bekerja, membersihkan rumah, memasak dan lain-lain. Sri Ningsih pun terus menuruti permintaan Ibu tirinya karena ingin menjalankan perintah Nugroho untuk terus menuruti permintaan Ibu tirinya tanpa membantah. Namun, pada akhirnya kesabaran Sri Ningsih berbuah hasil. Rumah Sri Ningsih pun kebakaran dan menewaskan Ibu tirinya. Sebelum Ibu tirinya meninggal, Ibu tirinya sudah meminta maaf kepada Sri Ningsih atas perbuatannya. Akhirnya setelah rumahnya terbakar, akhirnya Sri Ningsih beserta adik kandungnya, Tilamuta pergi ke Surakarta untuk menimba ilmu dan memulai kehidupan barunya di sana.
Juz kedua yaitu 'tentang persahabatan' berisi tentang kisah kehidupan Sri Ningsih saat mengenyam pendidikan di Madrasah Kiai Ma'sum, Surakarta. Mengetahui hal tersebut, Zaman pun pergi ke Surakarta untuk melakukan investigasi saat masa sekolah, ia bertemu dengan Nuraini yang merupakan sahabat Sri Ningsih sewaktu sekolah. Nuraini menceritakan tentang kisah persahabatan antara Nuraini, Sri Ningsih dan Sulastri. Nuraini, Sri Ningsih dan Sulastri adalah tiga sahabat yang selalu bersama, selalu bercanda bahkan melakukan perjalanan liburan bersama di Yogyakarta. Namun, semua itu berubah sejak datangnya seorang pemuda yang bernama Arifin untuk melamar Nuraini kemudian menikah. Kedatangan Arifin pun mengundang kedengkian dari Musoh, suami Sulastri yang menyebabkan persahabatan mereka mulai retak. Musoh dengki terhadap Arifin karena Arifin lebih sering diminta Kiai Ma'sum untuk menggantikannya jika Kiai Ma'sum berhalangan hadir. Hal itu juga yang menyebabkan Sulastri sangat membenci terhadap Nuraini. Puncaknya adalah ketika itu Musoh, Sulastri beserta massanya menculik Kiai Ma'sum dan istrinya, Nuraini dan Arifin dan dibawa ke gudang pabrik gula. Kemudian mereka dibakar yang menyebabkan Kiai Ma'sum beserta istrinya meninggal. Sedangkan Nuraini dan Arifin berhasil diselamatkan oleh Sri Ningsih. Si Ningsih pun kemudian pamit kepada Nuraini dan Arifin pergi ke Jakarta untuk memulai kehidupan baru.
Juz ketiga yaitu 'tentang keteguhan hati' berisi tentang kisah kehidupan Sri Ningsih saat di Jakarta. Zaman pun pergi ke Jakarta untuk mengetahui jejak Sri Ningsih di Jakarta. Saat melakukan investigasi di Jakarta, Zaman pun mengandalkan surat-surat Sri Ningsih yang dikirimkan kepada Nuraini dan juga ditemani oleh Sueb, seorang tukang ojek online. Di sinilah kisah sukses Sri Ningsih dimulai. Awal Sri Ningsih datang ke Jakarta sebagai guru bahasa di sebuah Sekolah Rakyat, lalu menjual nasi goreng dengan menggunakan gerobak. Di sini diceritakan bahwa Sri Ningsih adalah pelopor penjualan dengan menggunakan gerobak. Lalu, ia berhenti berjualan dan membuka bisnis sewa mobil. Namun bisnis sewa mobil Sri Ningsih dikarenakan peristiwa Malapeteka 15 Januari atau biasa disingkat peristiwa MALARI yang terjadi pada tahun 1974. Kemudian Sri Ningsih perlahan bangkit dengan bekerja sebagai pengawas pabrik dan akhirnya bisa membuat pabrik sabun sendiri. Zaman pun bertemu dengan Chaterine, seorang pemilik pabrik multinasional. Chaterine menceritakan mengapa Sri Ningsih bisa mempunyai 1% saham perusahaan multinasional. Ternyata Sri Ningsih mendadak menjual pabrik sabunnya kepada perusahaan multinasional dengan menukar kepemilikan saham dengan saham perusahaan multinasional sebesar 1%. Setelah menjual pabrik, Sri Ningsih pun kemudian pergi ke London untuk memulai kehidupan yang baru.
Juz keempat yaitu 'tentang cinta' berisi tentang kehidupan Sri Ningsih saat di London. Zaman pun pergi ke London untuk mengetahui kisah kehidupan Sri Ningsih di London. Di London, Zaman bertemu dengan keluarga Rajendra Khan yang merupakan keluarga imigran yang berasal dari India. Ibunda Rajendra Khan pun menceritakan bahwa setelah Sri Ningsih sampai London, ia sempat mengalami kesulitan karena tidak mendapat pekerjaan. Sampai akhirnya ia bekerja menjadi supir bus. Ia pun menjadi supir favorit di rute 16. Di London, ia pun tinggal di apartemen milik keluarga Rajendra Khan. Saat menjadi supir bus, ia bertemu dengan seorang lelaki dari Turki bernama Hakan yang akhirnya menjadi suaminya. Dari hasil pernikahan Sri Ningsih dengan Hakan, Sri Ningsih hamil 2 kali. Namun sayang, 2 anak Sri Ningsih meninggal dunia saat masih bayi. Setelah beberapa lama, Sri Ningsih pun kembali mendapat musibah, Hakan pun meninggal dunia saat usia pernikahan mereka sudah 13 tahun. Dan akhirnya setelah musibah itu berlalu, Sri Ningsih pun kembali ceria seperti sedia kala. Pada akhirnya tanggal 31 Desember 1999, Sri Ningsih mendadak pergi dari apartemen dan meninggalkan sebuah surat untuk Ibu Rajendra Khan. Ia pun menuju Paris untuk melanjutkan kehidupannya.
Juz kelima yaitu 'tentang memeluk semua rasa sakit' berisi tentang kehidupan Sri Ningsih saat di Paris. Zaman pun pergi ke London untuk mengetahui kisah kehidupan Sri Ningsih di Paris. Di Paris, Zaman bertemu dengan Aimee. Aimee pun kemudian membuka album foto selama Sri Ningsih masih di panti kemudian menceritakan kehidupan Sri Ningsih. Sri Ningsih tinggal di sebuah panti jompo yang berada di dekat menara Eiffel. Saat di Paris, Sri Ningsih masih bekerja sebagai pengajar kesenian tari di suatu sanggar tari di Prancis. Selama mengajar di Paris, sanggar tari Sri Ningsih sering kali mendapat undangan pentas di luar negeri, mulai dari Belanda, Turki, India, Mesir hingga Australia. Setelah 8 tahun mengajar, akhirnya Sri Ningsih berhenti mengajar dan mulai membuat kebun hidroponik di atap panti jompo. Kemudian Aimee menceritakan bahwa Sri Ningsih pun mempelajari hukum. Sri Ningsih pun selalu mengumpulkan kipling mengenai firma hukum Inggris. Akhirnya Zaman pun tahu bahwa Sri Ningsih pun pasti menulis surat wasiat. Dari cerita Beatrice, salah satu panti jompo, dijelaskan bahwa Sri Ningsih mengirim dua surat, satu surat yang berupa surat keterangan dikirim ke firma hukum Thompson&Co, London satu surat lagi yang berisi tentang surat wasiat dikirim ke Nuraini di Indonesia. Akhirnya Zaman pun mendapatkan surat wasiat tersebut. Selesai sudah permasalahan harta warisan Sri Ningsih yang akhirnya harta warisan diberikan kepada ahli waris sesuai dengan wasiat Sri Ningsih.
Juz keempat yaitu 'tentang cinta' berisi tentang kehidupan Sri Ningsih saat di London. Zaman pun pergi ke London untuk mengetahui kisah kehidupan Sri Ningsih di London. Di London, Zaman bertemu dengan keluarga Rajendra Khan yang merupakan keluarga imigran yang berasal dari India. Ibunda Rajendra Khan pun menceritakan bahwa setelah Sri Ningsih sampai London, ia sempat mengalami kesulitan karena tidak mendapat pekerjaan. Sampai akhirnya ia bekerja menjadi supir bus. Ia pun menjadi supir favorit di rute 16. Di London, ia pun tinggal di apartemen milik keluarga Rajendra Khan. Saat menjadi supir bus, ia bertemu dengan seorang lelaki dari Turki bernama Hakan yang akhirnya menjadi suaminya. Dari hasil pernikahan Sri Ningsih dengan Hakan, Sri Ningsih hamil 2 kali. Namun sayang, 2 anak Sri Ningsih meninggal dunia saat masih bayi. Setelah beberapa lama, Sri Ningsih pun kembali mendapat musibah, Hakan pun meninggal dunia saat usia pernikahan mereka sudah 13 tahun. Dan akhirnya setelah musibah itu berlalu, Sri Ningsih pun kembali ceria seperti sedia kala. Pada akhirnya tanggal 31 Desember 1999, Sri Ningsih mendadak pergi dari apartemen dan meninggalkan sebuah surat untuk Ibu Rajendra Khan. Ia pun menuju Paris untuk melanjutkan kehidupannya.
Juz kelima yaitu 'tentang memeluk semua rasa sakit' berisi tentang kehidupan Sri Ningsih saat di Paris. Zaman pun pergi ke London untuk mengetahui kisah kehidupan Sri Ningsih di Paris. Di Paris, Zaman bertemu dengan Aimee. Aimee pun kemudian membuka album foto selama Sri Ningsih masih di panti kemudian menceritakan kehidupan Sri Ningsih. Sri Ningsih tinggal di sebuah panti jompo yang berada di dekat menara Eiffel. Saat di Paris, Sri Ningsih masih bekerja sebagai pengajar kesenian tari di suatu sanggar tari di Prancis. Selama mengajar di Paris, sanggar tari Sri Ningsih sering kali mendapat undangan pentas di luar negeri, mulai dari Belanda, Turki, India, Mesir hingga Australia. Setelah 8 tahun mengajar, akhirnya Sri Ningsih berhenti mengajar dan mulai membuat kebun hidroponik di atap panti jompo. Kemudian Aimee menceritakan bahwa Sri Ningsih pun mempelajari hukum. Sri Ningsih pun selalu mengumpulkan kipling mengenai firma hukum Inggris. Akhirnya Zaman pun tahu bahwa Sri Ningsih pun pasti menulis surat wasiat. Dari cerita Beatrice, salah satu panti jompo, dijelaskan bahwa Sri Ningsih mengirim dua surat, satu surat yang berupa surat keterangan dikirim ke firma hukum Thompson&Co, London satu surat lagi yang berisi tentang surat wasiat dikirim ke Nuraini di Indonesia. Akhirnya Zaman pun mendapatkan surat wasiat tersebut. Selesai sudah permasalahan harta warisan Sri Ningsih yang akhirnya harta warisan diberikan kepada ahli waris sesuai dengan wasiat Sri Ningsih.
Review
Novel ini menceritakan kisah Sri Ningsih dengan sangat baik dan sangat mewakili kehidupan kita, mulai dari kisah masa kecil yang penuh penderitaan hingga Sri Ningsih menjadi seorang yang sukses dengan mempunyai 1% saham perusahaan multinasional dan bisa keliling dunia. Tere Liye menceritakan Sri Ningsih dengan sangat baik dan membuat kita merasa sedih sekaligus merasa termotivasi bahwa hidup itu harus penuh perjuangan. Juz pertama menceritakan tentang kisah kecil Sri Ningsih yang penuh kesabaran dan selalu menuruti ibu tirinya walaupun ibu tirinya selalu menyuruh Sri Ningsih. Sri Ningsih sudah menjadi anak yatim piatu sejak umur 9 tahun karena ibunya meninggal saat melahirkan Sri Ningsih, dan bapaknya meninggal karena kapalnya tenggelam di perairan Bali. Menurut saya, juz pertama ini membuat kita belajar bahwa sebagai manusia kita harus selalu bersabar dan selalu menuruti perintah orang tuanya. Pada akhirnya dengan kesabaran tersebut, Sri Ningsih menjadi wanita yang sangat sabar dan sangat kuat.
Juz kedua menceritakan tentang kisah persahabatan Sri Ningsih dengan Sulastri dan Nuraini. Namun, Sulastri pun mengkhianati kedua sahabat tersebut karena dibakar oleh kedengkian Sulastri dan suaminya, Musoh kepada Nuraini dan suaminya, Arifin. Menurut saya, bagian ini paling singkat kejadiannya, namun membuat kita merasa kesal dengan kejadian ini, terutama kepada tokoh Sulastri yang mengkhianati kedua sahabatnya. Bahkan pengkhianatan Sulastri terhadap Sri Ningsih pun diceritakan kembali pada bagian terakhirnya karena berusaha merebut harta warisan Sri Ningsih. Tokoh Sulastri ini adalah tokoh antagonis utama dalam novel ini. Jadi, dalam bagian ini, kita belajar bahwa jangan timbul sifat iri hati kepada orang lain, terlebih sifat dengki karena setiap manusia sudah memiliki rezeki masing-masing yang sudah diatur oleh Allah.
Juz ketiga menceritakan tentang kisah masa muda Sri Ningsih di Jakarta yang kehidupannya diisi dengan kehidupan jatuh bangun. Mulai dari sulitnya mencari kerjaan, berjualan nasi goreng dengan gerobak, membuka rental mobil hingga sukses membangun pabrik sabun sendiri di Jakarta. Bagian ini juga menceritakan kita tentang sejarah Malapetaka 15 Januari atau peristiwa MALARI yang menyebabkan bisnis rental mobil hancur membuat pengetahuan sejarah kita bertambah. Bagian ini juga memotivasi diri saya dan teman-teman untuk selalu berusaha jika ingin sukses. Bagian ini juga kita belajar bahwa hidup itu harus kreatif atau out of the box bisa dilihat dari suksesnya Sri Ningsih yang menjadi pelopor dalam berdagang menggunakan gerobak. Kita juga belajar bahwa terkadang hidup itu tidak terduga dan penuh kejutan yang dibuktikan dengan Sri Ningsih mendapatkan kerja pertama dekat dengan kosannya setelah lama mencari pekerjaan.
Juz keempat menceritakan tentang kisah cinta Sri Ningsih dengan Hakan Karim di London. Bagian ini merupakan bagian yang paling membuat saya tertarik dan senang karena kisah cinta antara Sri Ningsih dengan Hakan yang sangat menarik. Namun, tetap saja ada kesedihan di bagian ini karena pernikahan Sri Ningsih dengan Hakan mendapatkan banyak musibah. Sri Ningsih dua kali hamil, namun kedua anak meninggal saat menjadi bayi karena keguguran saat mengandung anak pertama dan penyakit rhesus yang diderita anak kedua. Namun, Sri Ningsih dan Hakan Karim tetap tabah dalam menghadapi cobaan ini dan Hakan tetap selalu mencintai Sri Ningsih. Namun, kisah cinta mereka hanya bertahan 13 tahun karena Hakan meninggal dunia. Dari bagian tersebut, kita bisa belajar bahwa kita harus selalu tabah walaupun sebesar apapun musibah yang ditimpa oleh kita. Kita juga belajar bahwa jodoh pun bisa datang kapan saja dengan cara apa saja yang tidak kita duga. Asal kita selalu berdoa kepada Allah dan berikhtiar.
Juz kelima menceritakan tentang kisah masa tua Sri Ningsih. Sri Ningsih lebih memilih menghabiskan masa tua di panti jompo dekat Paris daripada rumah mewah. Selama masa tua, Sri Ningsih masih sering keluar negeri untuk mengantar sanggar tarinya pentas di luar negeri, mulai dari Belanda, India, Turki hingga Australia. Sri Ningsih berhasil mencapai cita-cita ibunya untuk keliling dunia. Setelah Sri Ningsih berhenti mengajar, ia pun membuat sebuah kebun hidroponik di atas panti jomponya untuk mengisi waktu luang. Dari juz ini, kita belajar bahwa apapun perjuangan yang kita lakukan sebelumnya, akan menuai hasil yang terkadang kita tak duga. Dan juga, dalam hidup kita harus produktif dan menghasilkan karya untuk orang lain.
Novel ini mempunyai kelebihan yaitu, menceritakan kisah kehidupan seseorang yang mungkin sangat kita rasakan selama ini, mulai dari musibah, pengkhianatan, hingga keberhasilan. Dan juga novel ini bisa menjadi motivasi kita untuk selalu berkarya dan berhasil meraih cita-cita. Selain itu, novel ini juga memberikan pengetahuan tambahan kepada kita mengenai sejarah Malapetaka 15 Januari atau MALARI. Namun, kekurangan novel ini adalah pada saat bagian terakhir, kita melihat beberapa kali terjadi typo. Seperti pada halaman 508, "saatnya melumpuhkan Lastri dan Ningrum" yang dimaksud adalah "Lastri dan Murni" atau pada halaman 515, "kebencian pada Ningrum" yang dimaksud adalah Murni.
Novel ini mempunyai kelebihan yaitu, menceritakan kisah kehidupan seseorang yang mungkin sangat kita rasakan selama ini, mulai dari musibah, pengkhianatan, hingga keberhasilan. Dan juga novel ini bisa menjadi motivasi kita untuk selalu berkarya dan berhasil meraih cita-cita. Selain itu, novel ini juga memberikan pengetahuan tambahan kepada kita mengenai sejarah Malapetaka 15 Januari atau MALARI. Namun, kekurangan novel ini adalah pada saat bagian terakhir, kita melihat beberapa kali terjadi typo. Seperti pada halaman 508, "saatnya melumpuhkan Lastri dan Ningrum" yang dimaksud adalah "Lastri dan Murni" atau pada halaman 515, "kebencian pada Ningrum" yang dimaksud adalah Murni.
Penilaian
Saya akan memberikan nilai 9/10 untuk novel ini. Novel ini sangat direkomendasikan untuk anak-anak muda milenial Indonesia yang ingin meraih mimpi. Novel ini bisa dijadikan motivasi untuk kita sebagai anak-anak muda untuk selalu berkarya dan berjuang meraih mimpi.
Comments
Post a Comment